TAK ADA ROTAN AKAR PUNJABI
ACE HOUSE Collective on Parallel Event Biennale Jogja XI 2011
Sebuah pameran seni rupa yang diinisiasi oleh ACE HOUSE Collective & merupakan bagian resmi program Parallel Event Biennale Jogja XI 2011.
Exhibition
Gallery CafeBale
Jalan Kaliurang Km. 5,5
Pembukaan Pameran 17 Desember 2011 pk. 19.30 WIB
Open Daily 18 Desember 2011 - 27 Desember 2011 I pk. 13.00 - 20.00 WIB
Artist / Curator Talk
Kedai Kebun Forum
Jl. Tirtodipuran No.3 Jogjakarta
23 Desember 2011 I pk. 15.00 - 18.00 WIB
ACE HOUSE menginisiasi Pameran seni rupa “Tak Ada Rotan Akar Punjabi”, sebuah presentasi visual yang merupakan output dari serangkaian kegiatan multi disiplin dan kolaboratif antara ACE HOUSE dan seniman lain diluar ACE HOUSE, pakar, ahli, peneliti, praktisi, dan masyarakat umum melalui proses riset, survey, focus group discussion, pendokumentasian, penelusuran fakta sejarah dan penciptaan karya atau eksekusi karya.
Dalam pameran ini, ACE HOUSE bertindak sebagai :
Dewan Kuratorial
Membingkai tema dengan wacana kurtorial, memunculkan Ide program-program sebagai respon dari wacana yang telah dibentuk, memilih seniman lain diluar ACE HOUSE komunitas, atau peneliti yang akan diajak kolaborasi.
Seniman
Melaksanakan ide program dan melakukan eksekusi visual dari ide program-program yang direncanakan dan atau merespon visual dari hasil riset peneliti, karya seniman atau komunitas lain yang diajak kolaborasi.
Organizer
Menyelenggarakan, melaksanakan, mengorganisir, memfasilitasi, dan mendanai, secara independen kegiatan -kegiatan mulai dari pelaksanaan riset, proses kolaborasi, sampai dengan pelaksanaan program-program, dan exhibition (pameran).
Tak Ada Rotan Akar Punjabi’ : Kuratorial
Berkembangnya budaya India di Indonesia diyakini dimulai dari kedatangan berbagai kelompok masyarakat dari anak benua India ke kepulauan Indonesia sejak masa pra-sejarah. Sejak abad ke-4 dan 5 Masehi, pengaruh budaya India menjadi semakin jelas. Menjadi lebih jelas lagi ketika Bahasa Sansekerta yang digunakan dalam berbagai prasasti ditemukan di berbagai peninggalan situs kuno bangsa Indonesia. Pada abad ke-9, sembari berdagang penduduk India mulai tinggal dan menetap, serta bersosialisasi dengan penduduk pribumi Indonesia. Melalui pernikahan, struktur sosial baru pun dimulai. Beberapa catatan tentang fenomena ini banyak ditemukan tidak saja di pulau Jawa, namun juga di Sumatera. Dari situ pula lah kita tahu tentang komunitas India (sering disebut dengan India Keling) di Sumatera bagian Utara dan Aceh. Begitu pula dengan sistem adat di Indonesia, pergeseran bentuk kepemimpinan kepala suku pada beberapa etnis di Indonesia menjadi sistem kekerajaan ditengarai kuat sebagai adopsi bentuk sistem kekerajaan dari India. Bahkan, konon nama Indonesia sendiri sendiri berasal dari bahasa latin Indus yang berarti India dan bahasa Yunani nêsos yang berarti pulau; secara harafiah berarti 'Kepulauan India'.Beberapa contoh diatas mencerminkan kedekatan budaya Indonesia dengan budaya India.
Seiring berkembangnya kompleksitas tata hubungan antarmasyarakat, suatu budaya pun mengalami perubahan. Terjadi proses percampuran baru bahkan penghilangan beberapa jenis budaya. Termasuk pemaknaan baru atas diri orang-orang Indonesia, terutama akan posisi diri mereka dalam tata kehidupan masyarakat kontemporer. Meluasnya teknologi informasi (televisi, radio, dan internet) semakin membawa perubahan-perubahan baru di struktur-struktur budaya. Fenomena ini melahirkan berbagai bentuk perubahan budaya baik secara akulturasi maupun asimilasi.
Fenomena ini ditandai dengan lahirnya budaya populer melalui perkembangan media massa dalam suatu bangsa (:Indonesia). Kebudayaan kontemporer India ternyata juga turut menyumbang perkembangan budaya populer di Indonesia. Salah satunya melalui film Bollywood-nya dan musik, terutama musik dangdut – yang terdengar dekat sekali dengan musik film-film Hindi. Rasanya mustahil untuk mengacuhkan irama lagu-lagu Rhoma Irama yang mudah melekat di kepala dengan nuansa India. Percampurannya dengan musik Melayu menjadi fetus musik Dangdut yang lebih dikenal sebagai musik Indonesia. Salah satu band parodi Indonesia bahkan menjadikannya judul lagu mereka 'Dangdut is the Music of My Country', begitu kata P-Project, band parodi tersebut. Atau, sebut saja kepopuleran mendadak Briptu Norman dengan aksinya meng-cover lagu india Chaiya-chaiya di situs youtube, bahkan konon, situsnya di youtube lebih banyak diunduh ketimbang penyanyi aslinya yang dari India sono. Begitu juga dengan dominasi produksi film dan sinema elektronik. Sebut saja Raam Punjabi dengan Multivision Plus-nya yang dijuluki Raja Sinetron Indonesia.Produksi layar lebar dan layar kaca, tak pelak didominasi pengusaha-pengusaha India. Bahkan idiom seperti 'tangisan bombay' disinyalir juga sebagai salah satu ciri film Bollywood, identik dengan kesedihan yang berlarut-larut, persis scene yang ada di film India.Fenomena budaya ini masih berlangsung dalam kehidupan kebudayaan kontemporer Indonesia. Dan dirasa semakin kuat bentuk pengaruhnya. Akulturasi dan asimilasi dua kebudayaan ini melahirkan budaya populer 'khas' Indonesia. Hal inilah yang meyakini kami bahwa budaya India turut menyumbang lahirnya budaya populer di Indonesia. Fenomena ini yang coba kami tangkap dan menyuguhkannya pada projek Parrarel Events, Biennalle XI Jogja kali ini. Hal ini semakin diperkuat dengan kedekatan kami dengan isu-isu seputar perkembangan budaya populer anak muda dan pembacaan fenomena atasnya.
PAST EVENTS
KIOS KAOS 2011
Kedai Kebun Forum Gallery
1 Juli - 29 Agustus 2011
Kedai Kebun Forum Gallery
1 Juli - 29 Agustus 2011
SPEECH OBJECTS
Musée de l’Objet, Blois, France.
May 28 - November 13, 2011
Curators: Etienne Bernard & A Constructed World
Musée de l’Objet, Blois, France.
May 28 - November 13, 2011
Curators: Etienne Bernard & A Constructed World